Baru
Budaya Jepang Pakai Lampu Hazard Untuk Sampaikan Terimakasih, Bolehkah Ditiru?
Pakai lampu hazard untuk bilang terima kasih tidak relevan dengan kebiasaan mengemudi di Indonesia. Begini penjelasannya.
Umumnya lampu hazard digunakan untuk memberikan isyarat darurat sebagai tanda peringatan pada pengemudi lain. Misalnya untuk memberitahu pengendara di belakangmu agar mengurangi kecepatannya dan berhati-hati.
Penggunaan lampu hazard umumnya dilakukan saat mobil mengalami kondisi darurat yang berbahaya, baik dalam kondisi hujan atau tidak. Wajib juga dinyalakan saat mobil berhenti di bahu jalan saat di
Tapi fungsi ini sedikit berbeda dengan kebiasaan di Jepang. Para pengendara di sana terbiasa menggunakan lampu hazard untuk berterima kasih. Maksudnya apa, ya?
Kebiasaan lampu hazard di Jepang
Seperti terlihat pada video viral di media sosial yang diunggah akun Instagram @rodapapat, Minggu (3/12). Video tersebut memperlihatkan sebuah mobil yang menggunakan lampu hazard setelah diberikan jalan oleh mobil lain.
Baca juga: BPJS Kesehatan Tidak Tercantum Dalam UU Kesehatan Baru, Tidak Wajib?
Si pengunggah memberi keterangan, kebiasaan tersebut memang biasa dilakukan masyarakat di Jepang.
Ya, cara ini mungkin sedikit asing di Indonesia atau di negara lain, tapi di Jepang itu sudah jadi bagian dalam budaya berkendara. Pengendara di sana, ketika ingin ‘meminta’ jalan di persimpangan (masuk jalur atau menyeberang), mereka cukup ‘mengedipkan’ lampu hazard sekali atau dua kali. Setelah itu, mereka kembali mengedipkan lampu hazard kembali sebagai tanda terima kasih.
Berisiko miss communication
Kira-kira kalau kebiasaan ini diterapkan di Indonesia bisa nggak, ya? Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI) Sony Susmana menyebutkan pendapatnya.
Baca juga: Jangan Disepelekan, Lampu Rem Belakang Mati Wajib Ganti
Dia mengatakan, lampu pada kendaraan memang berfungsi sebagai salah satu alat komunikasi antar pengguna jalan. Hanya saja, metode safety driving atau riding yang dilakukan di negara lain belum tentu sesuai dengan kaidah baku di Indonesia.
“Di Jepang misalnya, hal ini diterapkan karena mereka sudah terbangun secara kultur, komunikasi sudah baik, sehingga ada hal-hal yang dilakukan tetapi sudah satu frekuensi, khususnya etika. Hal-hal tersebut sah-sah saja dilakukan selama tidak miss communication,” kata Sony mengutip Kompas.com, (4/12).
Kalau diterapkan di Indonesia, bisa saja dan tidak menyalahi aturan lalu lintas. Tapi itu selama para pengendara memiliki pemahaman yang sama. Nah, yang jadi persoalan berikutnya, apakah persepsi dan cara berkomunikasi pengendara di Indonesia sudah sama tentang hal ini?
Baca juga: Fungsi Bahu Jalan Tol, Bukan Buat Menyalip dengan Arogan
Seperti diketahui bersama, Indonesia memiliki ragam budaya dan bahasa yang berbeda. Dan seringkali ‘perbedaan’ ini menghasilkan miss dalam berkomunikasi.
Ditambah lagi, menyalakan lampu hazard sebagai ucapan terima kasih memang bukan kebiasaan berkendara di sini, jadi berisiko besar membingungkan pengendara lain jika dilakukan.
Oleh karena itu, Sony mengimbau agar terlebih dulu mengikuti aturan lalu lintas dan menerapkan kaidah defensive driving sebelum menerapkan gaya mengemudi negara lain.
Baca juga: Indonesia Bakal Punya Jalan Tol Terpanjang yang Melintasi 2 Provinsi
“Mereka belum paham dasar-dasar keselamatan, jadi tidak tahu mana yang benar. Nah, pastinya terjadi miss communication atau asal (asalan) dalam membangun komunikasi,” ujar Sony.
Aturan tentang lampu hazard
Mengenai penggunaan lampu hazard ini memang tidak dijelaskan pula secara detail dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Secara spesifik, mengenai lampu hazard sedikit dibahas dalam UU LLAJ Pasal 121 ayat 1. Begini isinya:
Baca juga: Mobil LCGC Daihatsu Dipakai Liburan ke Malang, Habis Bensin Berapa?
“Setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat di jalan”.
Dengan kata lain, penggunaan lampu ini cukup sebagai isyarat saja, atau dinyalakan pada kondisi darurat dan atau kendaraan dalam posisi berhenti di bahu jalan.
Misalnya saat pengemudi terpaksa berhenti di bahu jalan atau melakukan perlambatan kecepatan secara tiba-tiba karena mengalami pecah ban, sedang ganti ban, atau mogok saat hujan.
Baca juga: Asuransi Jalan Tol Bila Mengalami Kecelakaan dan Cara Klaimnya
Jadi, jika kamu ingin meniru atau menerapkan kebiasaan ini, boleh saja. Asalkan, cukup mengedipkan lampu hazard maksimal dua kali, tidak lebih, karena bisa berpotensi disalahartikan oleh pengendara lain.
Cahaya lampu hazard juga bisa mengacaukan konsentrasi kendaraan di belakang, terutama jika dilakukan saat kondisi hujan atau di dalam terowongan. Pengemudi di belakang mobilmu bisa kaget dan mengira ada bahaya menghadang di depan.
Oleh karenanya, tetap utamakan safety dan defensive driving serta patuhi rambu-rambu lalu lintas agar kamu tetap selamat selama berkendara, ya.