#NostalgiaMobilTua
Cerita di Balik Kijang Buaya yang Masih Bisa Touring
Selama perjalanan banyak cerita menarik dari dalam Toyota Kijang KF10 Buaya. Apa saja itu? Yuk simak!
Sebanyak lima unit kendaraan Toyota yang terdiri dari Toyota Kijang KF10 Buaya tahun 1981, Avanza Veloz 2012, Grand New Veloz 2015, All New Kijang Innova, dan All New Sienta sukses menempuh perjalanan hingga 8.000 km.
Rombongan komunitas berjumlah 20 orang yang terdiri dari tiga komunitas, yakni Toyota Kijang Club Indonesia (TKCI), Veloz Community (Velozity), dan Toyota Sienta Community Indonesia (Tosca) melintasi beberapa kota besar dan kecil di Pulau Jawa, Lombok, Sumbawa Besar, Pulau Komodo, Flores, hingga menuju tujuan akhirnya, Timor Leste.
Kijang Memang Tiada Duanya
Selama perjalanan banyak cerita menarik dari peserta journey, khususnya dari yang menggunakan atau yang berada di dalam Toyota Kijang Buaya. Selain ke Timor Leste, ternyata generasi pertama Kijang di Indonesia ini pada 2017 juga pernah mengikuti perjalanan hingga ke Brunei Darussalam.
“Meski kondisi jalan sangat ekstrim, namun Kijang bermesin 1.200cc 4 percepatan ini mampu melibas jalan terjal berliku. Slogan Kijang Memang Tiada Duanya rasanya pas menggambarkan agenda journey kali ini. Kami pun bisa mengimbangi kendaraan Toyota lainnya, seperti Innova, Sienta, dan Veloz,” ucap Deni Agus Himawan, dari (TKCI).
Saat hendak berangkat ke Timor Leste, mobil ini hanya ganti oli dan tali kopling saja. Selain tentunya juga dilakukan pengecekan secara menyeluruh karena akan menempuh perjalanan jauh.
Baca: Cerita 5 Mobil Toyota Menjelajah Indonesia-Timor Leste Sejauh 8.000 Km
Lebih lanjut Deni menceritakan, untuk melibas tanjakan, Kijang Buaya kami sangat bisa diandalkan. Kendala yang terasa adalah pertama, jalan kosong dan lurus, otomatis mobil pasti tertinggal karena meski mesin 1.200cc tapi kecepatan maksimal hanya 80 kilometer per jam.
Kedua ketika jalan mulai berliku kami juga tertinggal dengan mobil keluaran baru sebab Kijang Buaya belum ada power steering. Ketiga, ini sebenarnya ironi antara tertinggal atau lebih dulu, tapi ketika jalanan menurun, perlu usaha lebih untuk menghentikan laju mobil ini. “Maklum rem yang diadopsi ABS, asal berhenti syukur,” gurau Deni.
Full restorasi
Namun di balik cerita perjalanan Toyota Kijang Buaya tahun 1981 keliling Indonesia tersebut, ada kisah dari Hendi Budianto sebagai pemilik mobil yang juga anggota TKCI, Djadoelers Indonesia, dan Toyota Kijang Kotak (TKKI).
Banyak yang salah kaprah antara Kijang Buaya dan Kijang Doyok. Kijang Buaya itu memiliki kode KF10 dengan mesin berkaspitas 1.200cc, sedangkan Kijang Doyok kodenya KF20 yang mesinnya berkapasitas 1.300cc.
“Pada Oktober 2010 ketika saya beli mobil ini kondisinya sudah sangat rongsok, dan yang jelas tidak layak pakai,” kata Hendi.
Proses restorasinya membutuhkan waktu enam bulan. Hendi menambahkan, dirinya membeli mobil tersebut dengan harga Rp 7.000.000 dan restorasinya menghabiskan dana Rp 30.000.000.
Untuk bagian mesin semua orisinal, sementara bagian bodinya 85 persen menggunakan plat baru yang terbuat dari galvanis dengan ketebalan 1,8 milimeter. Sasis ladder frame-nya pun tak luput dari penyegaran agar lebih kokoh menopang bodi barunya.
Karena sering touring, beberapa bagian dari mobil ini akhirnya dimodifikasi oleh sang pemilik, seperti jok baris pertama, baik pengemudi dan penumpang depan, yang tadinya orisinal kini diganti menggunakan jok orisinal milik BMW 318 E30. Sedangkan agar bagian belakang lebih luas dan dapat memuat barang bawaan, jok baris keduanya dilepas.
“Agar kekinian, pada tahun 2015, saya juga memodifikasi mobil ini dengan memasang dua buah sunroof pada atap bagian depan dan belakang mobil ini, supaya terlihat seperti Toyota Alphard. Tapi karena sering touring akhirnya dua-duanya di-nonaktifkan, lagi pula kini pada atap mobil ini dipasangi roof box,” ujar Hendi.
Baca: Evolusi Empat Dekade Toyota Kijang: Langkah Awal Sang Legenda, Kijang Buaya
Tidak dijual!
“Saat selesai restorasi, sekitar April 2011, mobil Toyota Kijang Buaya ini pernah ditawar Rp 75.000.000 oleh seorang kolektor, tapi tidak saya jual,” tegas Hendi.
Tawarannya tidak hanya itu, Hendi menambahkan, mobil ini juga pernah diminta dan diajak barter dengan Toyota Innova tahun 2012 dan Toyota Fortuner 2013, namun keduanya ditolak.
“Semua tawaran yang masuk saya tolak. Mobil ini tidak dijual! Lagipula saya punya mobil lain untuk aktivitas sehari-hari, salah satunya Toyota Fortuner TRD,” tutup Hendi.
Bagi Anda yang menginginkan mobil antik ini, sayang tidak ada mahar yang dapat meminangnya. Jadi, jika ingin melihatnya, Anda bisa main ke Ciamis, tempat tinggal pemiliknya.