Berita Utama Otomotif
Kenapa Harga Minyak Dunia Berpengaruh Pada Harga BBM?
Harga minyak dunia naik dan turun, apakah berpengaruh pada harga BBM di Indonesia? Kenaikan BBM bersubsidi disebabkan hal ini?
Harga minyak dunia yang naik, katanya berpengaruh pada kenaikan harga BBM bersubsidi yang terjadi bulan lalu. Kemudian yang menjadi pertanyaan banyak pihak.
Mengapa naiknya harga BBM bersubsidi, justru terjadi dan bertepatan dengan momen harga minyak mentah dunia yang perlahan turun?
Katanya sih, menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif penurunan tarif minyak dunia tak bisa jadi tolak ukur menentukan kebijakan harga BBM, dalam negeri untuk jangka waktu yang panjang.
Ada banyak faktor lain yang membuat harga BBM dalam negeri ikut berpengaruh. Menurut berbagai sumber yang didapatkan SEVA.
Kalau memang kita hitung harga BBM itu juga sangat tergantung dari kurs, di samping Indonesian Crude Price/harga patokan minyak mentah Indonesia (ICP). Ya, kalau tadi harga crude turun itu, pembentukan ICP Indonesia juga akan turun.
Tetapi lantas kita lihat juga bagaimana dengan kurs dollarnya, lantas juga biaya-biaya lain. Misalnya, dalam hal pengolahan di kilang dan juga logistiknya. Nah, semuanya itu membentuk harga dalam negeri jadi rata-rata naik.
Harga Minyak Dunia dan Impor
Lalu apakah sebagian dari kalian kadang sebenarnya bertanya-tanya ini, Indonesia nih katanya negara penghasil minyak, tapi kenapa sih kita BBM saja harus bayar mahal?
SEVA bisa akan mencoba untuk melihat daftar data lifting minyak dan juga hubungannya dengan alokasi BBM subsidi. Kita haru samakan pemahaman dulu nih soal istilah lifting.
Baca juga: Mahal! Segini Aslinya Harga BBM Bersubsidi di Indonesia
Mungkin beberapa orang belum paham sebenarnya lifting ini apa sih. Jadi lifting ini adalah istilah teknik teknis dari perminyakan bumian, artinya hasil produksi yang sudah diolah, lalu siap dipakai.
Karena minyak yang ada di dalam bumi ini, sebenarnya tidak disedot langsung dan jadi bentuknya kayak Pertalite, Pertamax ataupun Solar.
Jadi kalau bicara lifting, pemerintah bersama SKK Migas menargetkan ada angka satu juta barrel per hari di 2030. Kalau kita merujuk pada data dari SKK Migas ini, untuk target ataupun untuk pencapaian lifting sebenarnya trennya turun yah.
Dari 2017 turun terus ke 2021, memang alasannya di 2020 dan di 2021 ada hambatan pandemi sehingga operasionalnya pun terhambat. Tapi ternyata ditarget RAPBN 2023, pemerintah menurunkan lagi nih target lifting minyak 660.000 barrel, bahkan angkanya turun dibandingkan kalau kita lihat ditarget 2022.
Di saat lifting kita ternyata terus turun, Indonesia sebenarnya masih ngos-ngosan mengejar target lifting. Di saat yang sama, konsumsi untuk minyak Indonesia ternyata semakin gendut.
Pengaruhi Produksi
Jadi populasinya kita bertambah, lalu mobilitas masyarakat juga makin tinggi. Daya beli masyarakat Indonesia makin meningkat, semakin banyak juga orang yang punya kendaraan.
Jadi semakin banyak orang-orang kaya punya kendaraan, Jadi harga BBM di Indonesia pun ikutan naik deh.
Nah memang waktu 2020, konsumsi BBM turun signifikan, dibandingkan 2019. Wajar karena, ketika itu pandemi membuat mobilitas orang benar-benar berkurang.
Orang-orang ada di rumah saja, sehingga tidak banyak yang memakai kendaraan, sehingga konsumsi BBM-nya turun.
Baca juga: Dinilai Tidak Tepat Sasaran, Pemerintah Alihkan Subsidi BBM
Jadi kesimpulannya, kalau kalian lihat sebenarnya antara produksi dan kebutuhan akan BBM itu jomplang. Dengan apa yang kita produksi, dengan apa yang kita dapatkan dari bumi Indonesia. Lalu diolah menjadi Pertalite, Pertamax, Solar dan juga dengan jumlah yang dikonsumsi.
Pada akhirnya bagaimana sih, caranya supaya konsumsi BBM di Indonesia terpenuhi, mau tidak mau akhirnya harus impor BBM. Artinya harganya ini bakal sangat dipengaruhi oleh harga minyak dunia.