Otomotif
Langit Kelabu, Tanda Polusi Udara Masih Menyelimuti Jakarta?
Polusi udara di Jakarta menunjukkan masalah yang serius. Tak hanya pemerintah yang harus bertanggung jawab, kita pun perlu berkontribusi untuk mengatasi hal ini. Bagaimana caranya?
Pembicaraan seputar udara di Jakarta menjadi perbincangan yang ramai dibahas. Sejumlah media banyak mengangkat berita terkait penurunan kualitas udara di ibukota. Bahkan, karena masif dibicarakan dari akhir Juni lalu, masalah poluisi udara di Jakarta pun terus diangkat hingga hari ini.
AirVisual, salah satu situs penyedia peta polusi udara, terus menunjukkan data tingginya polusi udara di kota ini. Jika dilihat dari situs tersebut yang diakses pada Selasa (30/7) pukul 15:12, Jakarta masih menempati posisi pertama dengan indek AQI (Air Quality Index) sekitar 161, yang artinya udara Jakarta sangat tidak sehat.
Setelah Jakarta, di posisi kedua ditempati oleh Tashkent di Uzbekistan dan disusul Johannesburg, Afrika Selatan sebagai tiga kota dengan udara tak sehat tersebut.
Kumparan.com menyebut angka yang dirangkum AirVisual didapat dari tujuh alat pengukur kualitas udara yang tersebar di DKI Jakarta. Satu terpasang di Jakarta Barat, tiga di Jakarta Pusat, satu di Jakarta Timur, dan dua lagi di Jakarta Selatan.
Dari data-data yang dihimpun itu, AirVisual mengeluarkan hasil yang menggambarkan tingkat keparahan kualitas udara di suatu tempat, yang disebut AQI, yang dihitung berdasarkan enam jenis polutan, yakni PM 2,5, PM 10, karbon monoksida, asam belerang, nitrogen dioksida, dan ozon permukaan tanah.
Ada pun nilai ukur AQI ialah 0 sampai 500. Semakin tinggi nilainya, maka semakin buruk tingkat polusinya.
Dampak polusi udara
Tingginya polusi udara membawa dampak buruk bagi kesehatan. Mereka yang terdampak langsung dengan polusi udara dapat mengalami gangguan kesehatan, seperti kanker, penyakit jantung, dan gangguan pernapasan akibat polutan sejenis PM (Particulate Matter), karbon monoksida, dan polutan lainnya yang dihirup melalui udara.
Selain itu, polusi udara juga sangat berbahaya bagi ibu hamil dan mereka yang sensitif dengan udara kotor. Pasalnya, mereka yang menghirup udara tersebut dapat lebih mudah terganggu kesehatannya, terlebih ibu hamil yang dapat berimbas pada keguguran, gangguan spektrum autisme, dan asma untuk anak yang dikandungnya.
Baca juga: Ring of Fire, Ini Bencana Alam yang Mengintai Kepulauan di Indonesia
Lalu, bagi lingkungan sekitar, hadirnya polusi udara dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem. Seperti matinya tanaman hijau, muncul hujan asam, dan efek rumah kaca.
Solusi mengatasinya
Meski polusi sudah terlanjur mengeruhkan langit Jakarta, tetapi bukan berarti tak ada cara untuk menanganinya.
Warga Jakarta harus selalu menyediakan masker di tasnya sebelum pergi ke luar rumah. Bahkan, saat hendak bepergian, ada baiknya kenakan masker lebih dahulu sebelum memulai perjalanan.
Baca juga: Hari Raya Nyepi Jadi Inspirasi Dunia untuk Mengurangi Polusi
Selain itu, dilansir dari CNN.com, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa turunnya kualitas udara di Jakarta disebabkan oleh kendaraan, pembangunan, dan musim kemarau. Karenanya, untuk meminimalisasi kondisi ini, sebisa mungkin batasi penggunaan kendaraan Anda.
Anda bisa menggunakan transportasi umum sebagai alternatif mengurangi polusi udara atau jalan bareng Sejalan. Dengan begitu, kadar polusi udara dapat berkurang.
Namun, dari masalah polusi udara di Jakarta ini, apakah Jakarta pantas disebut sebagai kota “Megapolutan”?